MENJADI PELAYAN

(Markus 10:35-45)

Pdt. Dr. Andar Ismail dalam buku “Selamat Melayani”, mengutip sebuah pertanyaan yang pernah dikemukakan oleh Plato, yakni “Siapakah yang senang kalau harus melayani orang lain?” Inilah bentuk kejujuran dari Plato.

Dalam gereja kita sering berbicara tentang pelayanan, melayani atau menjadi pelayan. Bahkan tidak jarang mereka yang mengatakan bahwa mau melayani, namun prakteknya bisa bertolak belakang.

Dalam Markus 10:35-45.  Teks ini dibuka dengan permintaan dua orang murid Yesus yaitu Yakobus dan Yohanes, keduanya ingin menjadi yang terkemuka atau yang terbesar di antara murid yang lain, dalam arti dihargai, disanjung, dihormati, dipuji, lebih dari orang lain. Keinginan untuk menjadi besar adalah keinginan semua manusia, karena hal ini merupakan salah satu sifat dasar manusia.

Apa artinya menjadi pelayan? 

Artinya melayani dengan memberi diri, hidup dan seluruhnya. Itulah sebabnya Yesus berkata: “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (ayat 45).

Dari teks firman Tuhan yang kita baca hari ini:

Pertama, Menjadi Pelayan berarti menghamba - ayat 43, 44.

Di ayat 44, kata “hamba” di sini adalah doulos, yang berarti budak.  Pada zaman itu banyak orang yang menjadi doulus, hamba atau budak. Status ini mereka peroleh bukan karena kerelaan melainkan kondisi yang memaksa. Bisa karena kemiskinan atau karena sebagai rampasan tawanan perang, atau karena lahir dari keluarga budak. Tetapi tidak demikian dengan apa yang dikatakan atau dilakukan oleh Tuhan Yesus. Sebagai contoh, ketika Ia membasuh kaki murid-murid-Nya, Yohanes 13:1-20, dan memang salah satu tugas dari para budak pada zaman itu adalah membersihkan kaki sang tuan atau tamu dari tuannya. Karena memang seorang pelayan/hamba adalah seorang yang aktifitasnya tidak terpusat pada diri sendiri melainkan pada orang lain.

Yesus mengajukan syarat yang konkret, ”ingin menjadi besar hendaklah (lebih tepat kata “harus” = must) menjadi pelayan. Ingin menjadi terkemuka harus menjadi hamba.

 

Kedua, Menjadi pelayan Tuhan yang maha kudus itu adalah sebuah anugerah karena mengingat status kita yang adalah orang-orang berdosa.

Dalam Injil Markus 10:44, terjemahan Yunani terdapat kata “δουλος” yang dalam terjemahannya berarti “budak”. Sebelum mengenal Kristus dan dilahirbarukan, kita semua adalah hamba dosa, kehidupan diperhamba dan dikuasai dosa, tetapi setelah dilahirbarukan dan mengenal Kristus, kita dimerdekan dari perhamba dosa dan hidup yang yang sia-sia. Rasul Petrus dalam suratnya sangat jelas mengatakan,  “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” (1 Petrus 1:18-19).

Dalam status yang baru ini sekarang kita menjadi pelayan Tuhan itu adalah anugerah karena mengingat bahwa kita ini orang berdosa yang tidak layak melayani Allah yang Maha Kudus.

Jadi dorongan hati untuk melayani atau menjadi pelayan ini muncul karena menghayati rasa berutang atas anugerah Tuhan pada dirinya.

Kiranya Tuhan menolong kita untuk menjadi pelayan yang memiliki kebesaran jiwa dengan kerendahan hati, sikap menghamba dan kerelaan berkorban bagi keluarga, gereja dan sesama. Amin.

Penulis: Pdt. Hadi Sugianto Lie