Hukum dan Kasih

Hosea 6:6

Hosea 6:6
Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.

John Piper: Bila Tuhan tidak penuh kasih dan tidak adil, maka Ia tidak akan meminta Putra-Nya untuk menderita dan mati di kayu salib, tetapi Tuhan itu penuh dengan kasih, itu sebabnya Ia memenuhi tuntutan keadilan-Nya. kasih Kristus yang besar harus menanggung dos akita, tetapi apakah kita yang percaya kepada Kristus bebas dari hukuman? Kita ini bebas dari hukuman kekal, namun tetap mengalami hukuman Allah yang sementara. Hukuman yang sementara itu adalah sebuah disiplin atau didikan Tuhan, itulah sebabnya kita orang yang percaya ini tetap dikasihi oleh Tuhan.

Kasih dan hukuman itu tidak bisa dipisahkan, karena jika kasih disingkirkan maka kita tidak akan kuat dalam menghadapi hukuman dari Allah meskipun sifatnya sementara. Bangsa Israel adalah bangsa yang dipilih sendiri oleh Tuhan dan mengalami jatuh bangun dalam mengikut Tuhan bahkan Israel dan kita sekarang yang sudah ditebus oleh Tuhan, kita disebut sebagai mempelai perempuan. Bangsa Israel dalam Hosea sebagai mempelai perempuan itu terang-terangan mengkhianati Allah dan disamakan seperti orang fasik. Ketidaksetiaan ini digambarkan sebagai seorang istri yang melahirkan anak bukan dari suaminya, tetapi dari selingkuhannya. Bangsa ini mengalami kesusahan tetapi dia tidak datang kepada Tuhan tetapi malah pergi ke Asyur. Allah menghukum bangsa Israel tetapi, Allah membungkusnya dengan kasih, mereka merasakan penghukuman Tuhan yang luar biasa dan terluka karena hukuman Tuhan. Bukti nyata adalah bangsa Israel pernah dibuang ke Babel dan menjadi hamba selama 70 tahun. Selama 70 tahun Allah mengambil alih sebagai suster, memelihara dan merawat bangsa Israel selama 70 tahun dalam penghukuman. Tuhan tidak meninggalkan mereka tetapi malah mengasihi mereka. Tuhan tetap ada dalam masa sakit mereka dan ini bukti nyata bahwa sekarangpun Allah masih peduli kepada hidup kita meskipun kita masih berbuat dosa dan mengalami hukuman.

Hukuman yang diberikan kepada Israel itu adalah sebuah pendisiplinan kepada bangs aini sehingga mereka itu akan sadar dan menjadi pelajaran dalam kehidupan mereka. Hosea 6:2; Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya. Melihat ayat ini kita teringat kepada Kristus yang bangkita setelah mengalami sebuah siksaan untuk menanggung dosaku dan dosamu. Dari sinilah kita menjadi yakin bahwa ketika kita menjadi milik Kristus yang hidup dalam kasih dan Anugrah Tuhan yang besar, kita tetap merasakan hukuman yang tidak kekal yang akan membawa kita kepada sebuah pembelajaran yang penting dalam kehidupan ini.

Apa yang harus kita lakukan supaya kita tidak lagi menjadi musuh Allah? Jangan pernah dalam kehidupan ini suka memainkan drama atau playing fictim. Menghadapi orang yang bermain drama karena ia yang melakukan kejahatan, dalam menghadapi orang seperti ini biar Tuhan yang menolong dan menghadapi. Tuhan itu menyukai kasih setia, bukan korban sembelihan dan juga pengenalan akan Allah. Jangan berpura-pura dihadapan Allah karena Allah itu tahu dan mengenal kita. Jangan sekali-kali kita ini bermain pura-pura tetapi berusahalah untuk membayar dan melakukan komitmen dalam kehidupan kita. Biarlah kita ini menyukai kasih setia dan pengenalan akan Allah.

Kalau ada di antara kita yang harus dimiskinkan oleh Tuhan, yakinlah Tuhan tetap bersama kita dan hanya untuk sementara sifatnya. (tentu bukan berarti nanti kita pasti akan dijadikan seperti semula atau lebih lagi, itu hak Tuhan, yang pasti kita akan dibalut dan dihangatkan oleh Kasih-Nya). Kalaupun kita berdosa dan mengalami akibat dari dosa, Allah tidak akan meninggalkan kita, karena Dia akan menyelimuti hati kita dengan kasih. Allah sendiri mengatakan bahwa dia tidak akan meninggalkan kasih dan hukuman dalam kehidupan kita. Hukuman itu membawa kita sadar dan memberi diri untuk datang kepada Tuhan. Jangan lari tetapi dekatlah kepada Tuhan yang akan selalu memelihara dan merawat kita.

Penulis: Pdt. Hadi Sugianto Lie